Senin, 15 Juni 2015

Laporan Biokimia

BAB 1
PENDAHULUAN
Pencernaan adalah proses perubahan berbagai senyawa kompleks (misalnya  polisakarida, protein, lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana  sehingga mudah diserap oleh dinding usus halus dan kemudian sari-sarinya akan diedarkan ke seluruh tubuh. Karbohidrat adalah polihidroksi-aldehid atau polihidroksi keton yang memiliki rumus Cn(H2O)m. Protein adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat kompleks serta merupakan polimer dari alfa asam-basa. Lemak adalah ester antara gliserol dan asam lemak, dimana ketiga radikal hidroksil dari gliserol semuanya diesterkan. Penentuan glikolisis pada sel ragi untuk mengetahui apakah masih terdapat mikroba hidup dalam proses anaerob.
Tujuan dari praktikum Biokimia adalah untuk mengetahui proses pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin, pencernaan karbohidrat oleh ekstrak pankreas, pencernaan protein oleh pepsin, pencernaan protein oleh ekstrak pankreas, pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas, dan glikolisis oleh sel ragi. Manfaat dari praktikum Biokimia adalah praktikan dapat mengetahui apa saja faktor yang dapat mempengaruhi proses pencernaan karbohidrat, protein, dan lemak, serta glikolisis oleh sel ragi.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Karbohidrat
2.1.1.   Definisi karbohidrat
            Kabohidrat adalah sumber terbesar kalori makanan untuk sebagian besar populasi didunia. Karbohidrat utama makanan orang Amerika adalah kanji (suatu polisakarida yang terdiri dari unit glukosa, laktosa (suatu disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa), dan sukrosa (suatu disakarida yang terdiri dari glukosa dan fruktosa (Dawn, 2000). Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton, yang mempunyai rumus molekul umum (CH2O)n yang pertama dikenal sebagai aldosa dan yang kedua adalah ketosa. Dari rumus umum dapat diketahui bahwa karbohidrat adalah suatu polimer. Senyawa yang menyusunnya adalah monomer-monomer. Berdasarkan ukurannya, karbohidrat terdiri dari empat kelas yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida (Martoharsono, 2006).

2.1.2.   Klasifikasi karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Bentuk monosakarida dapat dibagi menjadi triosa, tetrosa, pentosa, heksosa, heptosa, dan oktosa. Disakarida, menghasilkan dua molekul monosakarida yang sama atau berbeda kalau dihidrolisis, contohnya adalah maltosa yang menghasilkan dua molekul glukosa, dan sukrosa yang menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Oligosakarida, menghasilkan dua hingga sepuluh molekul monosakarida pada hidrolisis, contohnya adalah maltotriosa. Polisakarida, menghasilkan lebih dari sepuluh molekul monosakarida pada hidrolisis, contohnya adalah pati dan dekstrin (Murray et al., 2003). Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda–beda ukuran, yaitu senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu terbagi dalam tiga golongan, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana. Monosakarida yang paling sederhana ialah glikosakarida dan dihidrosiaseton. Oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas berbagai molekul monosakarida. Oligosakarida yang lain adalah trisakarida yaitu terdiri atas tiga molekul monosakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat pada alam adalah disakarida. Polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada monosakarida dan oligosakarida. Polisakarida yang terdiri satu monosakarida disebut homopolisakarida, sedangkan yang mengandung senyawa lain disebut hetero polisakarida. Beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa (Poedjiadi, 2006). 
2.1.2.   Proses pencernaan karbohidrat
            Pencemaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Makanan dikunyah untuk dipecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas kontak dengan enzim-enzim pencemaan. Makanan di dalam mulut bercampur dengan air ludah yang mengandung enzim amilase (ptialin). Enzim amilase bekerja memecah karbohidrat rantai panjang seperti amilum dan dekstrin, akan diurai menjadi molekul yang lebih sederhana maltosa  (Hawab, 2004). Air ludah berguna untuk melicinkan makanan agar lebih mudah ditelan. Sebagian kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena makanan sebentar saja berada di dalam rongga mulut. Oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama, agar memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum dirongga mulut. Dengan proses mekanik, makanan ditelan melalui kerongkongan dan selanjutnya akan memasuki lambung. Karbohidrat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh harus dipecah dahulu menjadi persenyawaan yang lebih sederhana untuk melewati dinding usus kemudian masuk ke sirkulasi darah. Di dalam lambung amilase tidak berfungsi selama berada di dalam lambung karena lambung selalu dalam keadaan asam     (Campbell et al., 2002). Proses pencernaan akan berkelanjutan sewaktu  makanan melakukan perpindahan dari lambung menuju ke duodenum. Sekresi pankreas eksokrin mempunyai kandungan ion bikarbonat yang bisa menetralkan asam (Dawn, 2000). Proses pencernaan karbohidrat terdapat enzim-enzim yang berperan yaitu enzim amilase saliva (ptialin) yang terdapat di kelenjar saliva yang berfungsi untuk mengubah zat tepung menjadi maltosa. Enzim amilase pankreas yang sumber sekresinya berasal dari pankreas yang berfungsi untuk mengubah zat tepung menjadi disakarida dan maltosa (Sloane, 2004). Enzim maltase yang sumber sekresinya berasal dari usus halus yang berfungsi untuk mengubah maltosa menjadi glukosa, enzim sukrose yang sumber sekresinya berasal dari usus halus berfungsi untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, dan enzim galaktase yang sumber sekresinya berasal dari usus halus berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Suhardjo et al., 2006).
2.2.      Protein
2.2.1.   Definisi protein
Protein adalah suatu komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat kering sel. Setiap sel mengandung ratusan protein yang berbeda-beda dan tiap jenis sel mengandung beberapa protein yang khas bagi sel tersebut (Sumardjo, 2009). Protein tersusun atas asam-asam alfa amino, sehingga susunan kimianya juga mengandung unsur-unsur seperti yang terdapat dalam asam-asam amino  penyusunya, yaitu : karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen. Molekul protein terkadang terdapat unsur-unsur belerang, yaitu bila diantara monomernya terdapat asam amino sistein metoinin.
2.2.2.   Klasifikasi protein
            Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan larutan, bentuk, fungsi biologi atau struktur tiga dimensinya. Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk keseluruhannya. Protein globular mempunyai rantai polipeptida yang berpilin serta terlipat secara padat dengan rasio aksial kurang dari 10 serta umumnya tidak lebih dari 3–4. Protein fibrosa memiliki rasio aksial lebih besar dari 10. Berdasarkan fungsi biologisnya, protein diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur (protein pengikat–DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobin), protein pengangkut (hemoglobin, lipoprotein plasma), dan protein trakti/motil (aktin, tubulin) (Murray et al., 2007). Ditinjau dari struktur protein dapat dibagi dua golongan besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul–molekul asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein. Protein sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian menurut bentuk molekulernya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti setat atau serabut, sedangkan protein globular berbentuk bulat ( Poedjiadi, 2006).
2.2.3.   Proses pencernaan protein
            Pencernaan atau hidrolisis protein dimulai didalam lambung, pepsinogen disekresikan oleh chief cell lambung. Sel parietal mensekresikan HCl dan Asam klorida lambung mengubah konformasi pepsinogen sehingga enzim ini dapat melakukan pemusatan atas dirinya sendiri dan menghasilkan protease pepsin yang aktif, pengaktifan pepsinogen bersifat autokatalitik (Iswari, 2006). Protein makanan mengalami denaturasi (terbukanya gelembung protein) oleh asam lambung, sehingga enzim pencernaan dapat memecah ikatan peptida. HCl mengubah enzim pepsinogen tidak aktif menjadi bentuk aktif pepsin, namun pada pH rendah ini pepsin tidak mengalami denaturasi dan bekerja sebagai endopeptidase yang memutuskan ikatan peptida di berbagai titik di dalam rantai protein. Makanan hanya sebentar tinggal di dalam lambung, pencernaan protein hanya terjadi sehingga dibentuknya campuran polipeptida, protease dan pepton. Pepsin memiliki spesifitas yang cukup lebar, enzim ini cenderung memutuskan ikatan peptida di tempat gugus karboksil dibentuk oleh asam amino aromatik atau asam, dihasilkan peptida yang lebih kecil dan asam amino bebas (Yazid, 2006). Dalam pencernaan protein terdapat enzim-enzim yang berperan yaitu enzim pepsin yang sumber sekresinya berasal dari lambung (pepsinogen di aktivasi oleh HCl lambung) berfungsi untuk mengubah protein menjadi polipeptida, enzim tripsin yang sumber sekresinya berasal dari pankreas (tripsinogen diaktivasi oleh enterokinase) yang berfungsi untuk mengubah protein dan peptide menjadi peptida yang lebih kecil, enzim kimotripsin yang sumber sekresinya berasal dari pankreas (kimotripsinogen diaktivasi oleh tripsin) yang berfungsi untuk mengubah protein dan peptida menjadi peptida yang lebih kecil dan enzim peptidase yang sumber sekresinya dari usus halus berfungsi untuk mengubah dipetida menjadi asam amino (Sloane, 2004). Pencernaan protein hampir sepenuhnya tergantung pada enzim-enzim proteolitik yang dihasilkan di pankreas dan dikirim ke duodenum melalui saluran pankreas. Tripsin dan Kimotripsin dibentuk sebagai zimogen-zimogen tidak aktif (tripsinogen dan kimotripsinogen), yang diaktivasi melalui pemotongan sedikit bagian peptida tersebut (Fried et al., 2005).
2.3.      Lemak
2.3.1.   Definisi lemak
            Lemak adalah unsur makanan penting tidak hanya karena nilai energinya yang tinggi tetapi juga karena vitamin yang larut dalam lemak dan asam lemak esensial yang dikandung dalam lemak makanan alam (Almatsier, 2003). Lemak dihubungkan satu sama lain berdasarkan kemiripan sifat fisisnya namun hubungan kimia fungsional dan struktural maupun fungsi biologis mereka sangat berdekatan. Lemak merupakan komponen jaringan yang homogen dan penggolongannya didasarkan atas kelarutannya dalam pelarut lemak. Komponen–komponen penyusun lemak dapat difraksionasi lebih lanjut dengan menggunakan perbedaan kelarutan di dalam berbagai pelarut organik (Iswari, 2006).
2.3.2.   Klasifikasi lemak
            Lemak netral, trigliserida, dan triasil gliserol yang diperoleh dari hewani tingkat tinggi di sebut lemah hewani, sedangkan lemak yang diperoleh dari tanaman disebut lemak nabati. Sebagian besar lemak hewani merupakan zat padat karena unit penyusunnya berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Lemak nabati merupakan zat cair, karena pada umumnya mengandung satu atau lebih asam lemak tak jenuh sebagai unit penyusunnya (Poedjiadi, 2006).

2.3.3.   Proses pencernaan lemak
            Pencernaan lemak merupakan hidrolisis menjadi asam menjadi asam lemak dan 2-monoasilgliserol di dalam lumen usus, namun rute pencernaannya sedikit banyak bergantung pada panjang rantai asam lemak. Lipase dari lidah dan lambung masing–masing dihasilkan oleh sel–sel yang terletak di bagian belakang lidah dan lambung (Dawn, 2000). Pencernaan lemak dilakukan dalam usus oleh reaksi enzim–enzim hidrolisis yang disebut lipase dan fosfolipase yang bekerja pada triasilgliserol dan fosfolipid dari makanan dan lipid dengan pencernaan fosfolipid tergantung pada sekresi dari pankreas dan sekresi empedu pada kantong empedu. Sekresi pankreas akan menghasilkan enzim sedangkan empedu akan menghasilkan garam empedu (Ngili, 2009). Enzim yang berperan dalam proses pencernaan lemak yaitu lipase pankreas yang sumber sekresinya berasal dari pankreas (dengan garam empedu) berfungsi untuk mengubah trigliserida menjadi monosakarida dan asam lemak (Sloane, 2004). Enzim lipase usus yang sumber sekresinya berasal dari usus halus (dengan garam empedu) berfungsi untuk mengubah monosakarida menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim-enzim ini harus bekerja pada daerah batas antara air dan lemak (Fried et al., 2005)
2.4.      Glikolisis
2.4.1.   Definisi Glikolisis
            Glikolisis merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya konversi suatu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat (Ngili, 2009). Glikolisis terjadi di sitoplasma dan tiap tahapnya memerlukan enzim sebagai katalisator. Glikolisis membutuhkan ARP dan menghasilkan ATP yang lebih banyak dari yang digunakan. Glikolisis glikogen atau glukosa menjadi asam piruvat tidak membutuhkan oksigen disebut glikolisis anaerobik (Sumardjo, 2009).
2.4.2.   Proses Glikolisis
Glikolisis merupakan suatu proses yang umum terjadi. Gula glukosa berkarbon enam diubah secara anaerob melalui serangkaian tahap yang dikatalis secara enzimatik di dalam sitosol, yaitu bagian cair di dalam sitoplasma. Glukosa tersebut diubah menjadi dua molekul piruvat berkarbon tiga. Dua molekul ATP digunakan pada awal proses glikolisis, tetapi nantinya akan dihasilkan empat molekul ATP pada tahap fosforilasitingkat substrat. Setiap molekul glukosa dihasilkan netto dua molekul ATP (Fried et al., 2005). Lintasan glikolisis merupalan lintasan yang unik karena dapat menggunakan oksigen bila memang tersedia melalui rantai respirasi di dalam mitokondria (aerob), atau bisa pula bekerja dalam keadaan sama sekali tanpa oksigen (anaerob) (Murray et al., 2003).

MATERI DAN METODE
            Praktikum Biokimia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Mei 2013 pukul   07.00–09.00 WIB di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.      Materi
3.1.1.   Pencernaan karbohidrat
Praktikum Biokimia dengan materi karbohidrat, protein, lemak dan glikolisis oleh sel ragi, alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet filler, corong, kertas saring, erlenmeyer, cawan porslen, waterbath, botol, nampan, pipet ukur, gelas beker, rak tabung, label, tisu, stopwatch/jam, alat tulis, cawan petri, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 2 ml, botol plastik, spatula, kompor listrik, panci, spuit, dan leher angsa. Bahan yang digunakan dalam praktikum  pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak dan glikolisis oleh sel ragi adalah amilum, air, NaCl, saliva, ekstrak pankreas, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, larutan lugol, PTR (putih telur rebus), pepsin, pepsin panas, air, HCl 45 %, ekstrak pankreas, dan ekstrak pankreas panas.


3.2.      Metode
3.2.1.1.Pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin, menyiapkan 3 tabung reaksi dalam rak tabung reaksi, memberi label pada masing-masing tabung reaksi dengan nomor untuk memudahkan dalam membedakan sampel. Memasukkan 5 ml amilum pada setiap tabung reaksi menggunakan pipet filler dan pipet ukur. Menambahkan air sebanyak 1 ml pada tabung 1, menambahkan NaCl sebanyak 1 ml pada tabung 2, dan menambahkan saliva hasil kumur sebanyak 1 ml pada tabung 3.
3.2.1.2.Pencernaan karbohidrat oleh ekstrak pankreas, menyiapkan 3 tabung reaksi dalam rak tabung, memberi label pada masing-masing tabung reaksi dengan nomor untuk memudahkan dalam membedakan sampel. Memasukkan 5 ml amilum dengan menambahkan 2 ml ekstrak pankreas dan 1 ml air pada tabung 4, menambahkan 1 ml HCl 0,1 N pada tabung 5, dan menambahkan 1 ml NaOH 0,1 pada tabung 6. Menutup mulut tabung reaksi dengan ibu jari dan menggojok satu demi satu tabung reaksi dengan arah angka 8. Menginkubasikan keenam tabung pada waterbath dengan suhu 37 0C selama 1 jam. Melakukan pengamatan pada setiap tabung reaksi setiap 15 menit sekali dengan mengambil sampel 2 tetes pada setiap tabung reaksi dan meletakkan di cawan porslen.  Menambahkan 2 tetes lugol ke dalam cawan porslen dan mengaduk menggunakan pengaduk. Mengamati dan mencatat hasil perubahan yang terjadi pada sampel setelah ditetesi lugol. Mengulangi mengambil larutan yang disesuaikan setelah 30 menit, 45 menit, dan 60 menit.
3.2.2.   Pencernaan protein
3.2.2.1.Pencernaan protein oleh pepsin, menyiapkan 3 tabung reaksi dan memberi label pada masing-masing tabung reaksi untuk memudahkan dalam pengamatan. Merebus putih telur hingga setengah matang. Memasukkan putih telur ukuran kecil dengan menambahkan 2 ml pepsin dan 1 ml air pada tabung A, menambahkan 1 ml HCl 0,45 % pada tabung B, dan menambahkan enzim panas dan 1 ml HCl 0,45 % pada tabung C.
3.2.2.2.Pencernaan protein oleh ekstrak pankreas, menyiapkan 3 tabung reaksi dan memberi label pada masing-masing tabung reaksi untuk memudahkan dalam pengamatan. Memasukkan putih telur ukuran kecil dengan menambahkan 2 ml ekstrak pankreas dan 1 ml air pada tabung D, menambahkan 1 ml NaOH 0,1 N pada tabung E, menambahkan 2 ml ekstrak pankreas panas dan 1 ml NaOH 0,1 N pada tabung F. Kemudian menutup mulut tabung reaksi dengan ibu jari dan menggojog setiap tabung reaksi dengan arah angka 8. Memasukkan keenam tabung reaksi tersebut ke dalam waterbath dan di inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0C. Mengamati perubahan yang terjadi dan mencatat pada lembar pengamatan.

2.2.3.   Pencernaan lemak
3.2.3.1.Pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas, menyiapkan tiga buah tabung reaksi dan memberi label pada setiap tabung reaksi untuk memudahkan dalam pengamatan. Memasukkan 2 ml minyak goreng dan 1 ml air ke dalam tabung A. Memasukkan 2 ml minyak goreng dan 1 ml ekstrak pankreas ke dalam tabung B. Memasukkan 2 ml minyak goreng, 1 ml ekstrak pankreas dan 3 tetes empedu ke dalam tabung C. Menutup mulut tabung reaksi dengan ibu jari dan menggojog setiap tabung reaksi dengan arah angka 8. Memasukkan tabung yang berisi reagen pada waterbath selama 30 menit pada suhu 37 0C. Kemudian memasukkan PP 1 % sebanyak 5 tetes pada setiap tabung reaksi. Memasukkan satu tetes NaOH 0,1 N pada tabung A dan menggojog hingga berwarna merah muda sebagai indikator untuk tabung B dan C. Menambahkan larutan NaOH 0,1 N pada tabung B danC hingga berwarna merah muda seperti pada tabung A. Mencacat hasil pada tabel pengamatan.
3.2.4.   Glikolisis oleh sel ragi
            Menyiapkan 3 buah tabung reaksi dan memberi label pada setiap tabung reaksi. Memasukkan 10 ml glukosa dan 10 ml ragi ke dalam tabung leher angsa no 1. Kemudian menggojognya dan menutup dengan plastik serta mengikatnya dengan karet. Memasukkan 10 ml air dan 10 ml ragi ke dalam tabung leher angsa 2, kemudian menggojog dan menutup dengan plastik serta mengikatnya dengan karet. Memasukkan 10 ml glukosa dan 10 ml ragi panas kedalam tabung leher angsa 3, kemudian menggojog dan menutup dengan plastik serta mengikatnya dengan karet. Mendiamkan selama 30 menit kemudian mengamati perubahan yang terjadi dan menulisnya dalam lembar pengamatan. 

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Pencernaan karbohidrat
4.1.1.   Pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin
            Berdasarkan hasil praktikum Biokimia dengan materi pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin
Tabung
Reaksi
Reagen yang dimasukkan
Inkubasi
15’
30’
45’
60’
1
5 mL amilum + 1 mL air
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
2
5mL  amilum + 1 mL NaCl
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
Biru
(Negatif)
3
5 mL amilum + 1 mL Saliva
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.
   Berdasarkan hasil praktikum tabung pertama yang berisi amilum dan air menghasilkan warna biru yang berarti negatif  karena air tidak mengandung enzim yang dapat melarutkan amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswari (2006) yang menyatakan bahwa amilum dengan air akan membentuk suspense dan apabila dipanaskan akan terbentuk koloid yang kental seperti gel. Suspensi amilum akan memberikan warna biru dengan larutan iodium. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam suatu bahan. Poedjiadi (2006) menambahkan bahwa enzim amilase mengubah polisakarida yang berukuran besar (pati) menjadi polisakarida yang berukuran kecil yang disebut dekstrin.
Tabung kedua mengahsilkan warna biru yang berarti negatif karena NaCl tidak mengandung enzim yang dapat  melarutkan amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Estien dan Lisda (2006) yang menyatakan bahwa amilum akan memberikan warna biru dengan larutan iodium dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam suatu bahan. James et al., (2008) menambahkan bahwa monosakarida mereduksi larutan reagen yang berwarna biru menjadi merah bata, tes ini digunakan oleh ahli biologi di laboratorium untuk mengidentifikasi gula pereduksi.
Tabung ketiga berwarna kuning yang berarti positif karena didalam saliva terdapat enzim ptialin yang dapat mencerna amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa amilum di dalam rongga mulut dicerna oleh enzim ptialin yang terdapat pada air liur (saliva) sehingga terjadi pencernaan enzimatis dalam keadaan asam pada rongga mulut. Perubahan warna terbentuk kuning terjadi karena kerusakan enzim amilase yang disebabkan oleh  pH  yang rendah dan suhu yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar molekul protein menampakan aktivitas pada kisaran pH dan suhu tertentu.

4.1.2.   Pencernaan karbohidrat oleh kstrak Pankreas (EP)
Berdasarkan hasil praktikum Biokimia dengan materi pencernaan karbohidrat oleh Ekstrak Pankreas (EP) diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2. Pencernaan Karbohidrat oleh Ekstrak Pankreas (EP)
Tabung
Reaksi
Reagen yang dimasukkan
Inkubasi
15’
30;
45’
60’
4
5 mL amilum + 2 mL EP + 1 mL air
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
Kuning
(Positif)
5
5mL  amilum + 2 mL EP + 1 mL HCl 0,1 N
Hitam
(Negatif)
Hitam
(Negatif)
Hitam
(Negatif)
Ungu
(Positif)
6
5 mL amilum + 2 mL EP + 1 mL NaOH 0,1 N
Ungu
(Positif)
Ungu
(Positif)
Ungu (Positif)
Ungu
(Positif)
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.
Tabung keempat menghasilkan warna kuning yang berarti positif, hal ini terjadi karena ekstrak pankreas menghasilkan pankreas amilase. Hal ini sesuai dengan pendapat James et al., (2008) yang mengatakan bahwa pencernaan karbohidrat di dalam saluran pencernaan dibantu oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kelenjar liur, yang akan memecah monosakarida menjadi disakarida yang mengandung unit glukosil yang dihubungkan dengan ikatan maltose, isomaltosa, dan oligosakarida.
Tabung kelima menghasilkan reaksi positif yang di mulai dengan warna hitam menjadi ungu karena kerja EP terhambat oleh HCl sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mendegradasi amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2009) yang mengatakan bahwa makanan dalam mulut dihentikan dengan adanya asam klorida (HCl) yang disekresikan oleh sel-sel parental. Jadi, polisakarida, oligosakarida, dan disakarida didalam lambung tidak mengalami perubahan atau proses pencernaan. Di dalam usus proses pencernaan pati akan dilanjutkan oleh getah pankreas dan getah usus yang mengandung enzim-enzim amilase yang tidak dapat menghidrolisis pati atau dekstrin atau maltosa menjadi glukosa. 
Tabung keenam berwarna ungu yang berarti positif karena mengandung amilo desktrin dan larutan NaOH bersifat basa yang sesuai dengan suasana di usus sehingga dapat melarutkan karbohidrat yang menghasilkan amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2009) yang menyatakan bahwa di dalam usus proses pencernaan pati akan dilanjutkan oleh getah pankreas dan getah usus yang mengandung enzim-enzim amilase yang tidak dapat menghidrolisis pati atau dekstrin atau maltosa menjadi glukosa. Poedjiadji (2007) menambahkan bahwa pencernaan karbohidrat terjadi di dalam usus halus menghasilkan cairan pankreas yang mengandung enzim-enzim pencernaan yaitu tripsinogen, amilase, dan lipase.
4.2.      Pencernaan protein
4.2.1.   Pencernaan protein oleh pepsin
            Berdasarkan hasil praktikum Biokimia dengan materi  pencernaan protein oleh pepsin diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 3. Pencernaan Protein oleh Pepsin
Tabung
Reaksi
Reagen yang dimasukkan
Inkubasi selama
30 menit
D
     PTR + 2 mL pepsin + 1 ml air
(Negatif)
E
   PTR + 2 mL pepsin + 1 ml HCl
  0,45 %
(Positif)
F
  PTR + 2 mL pepsin panas + 1 ml        HCl 0,45 %
(Negatif)
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.
                Reaksi yang bersifat positif terjadi pada tabung E, karena pada tabung reaksi E terdapat putih telur rebus yang bereaksi dengan pepsin dan HCl 0,45 %, sehingga suasana asam sesuai dengan lambung yaitu bersifat asam. Sedangakan pada tabung D terjadi reaksi negatif, karena dicampur dengan air sehingga suasananya netral dan pepsin tidak dapat bekerja, sedangkan pada tabung F enzim pepsin yang dipanaskan mengakibatkan enzim itu rusak dan tidak dapat bereaksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursanyoto (2002) yang menyatakan bahwa protein akan dapat dicerna pada saat enzim pepsin bekerja pada suasana asam karena pepsin tidak bekerja pada suhu netral. Poedjiadi dan Supriyanti (2006) menambahkan bahwa enzim mempunyai aktifitas biokimiawi sebagai katalis dalam tubuh oleh perubahan suhu atau pH, aktifitas enzim akan mengalami perubahan, tiap enzim mempunyai pH dan suhu tertentu yang menyebabkan aktifitas mencapai keadaan optimum.


4.2.2.   Pencernaan protein oleh Ekstrak Pankreas (EP)
            Berdasarkan hasil praktikum Biokimia dengan materi pencernaan protein oleh Ekstrak Pankreas (EP) diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4. Pencernaan Protein oleh Ekstrak Pankreas (EP)
Tabung
Reaksi
Reagen yang dimasukkan
Inkubasi selama
30 menit
G
PTR + 2 mL EP + 1 ml air
 (Negatif)
H
PTR + 2 mL EP + 1 ml NaOH 0,1 N
 (Positif)
I
PTR + 2 mL EP Panas + 1 mL NaOH 0,1 N
 (Negatif)
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.

            Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tabung G negatif ditandai  tabung berwarna keruh karena di pengaruhi oleh EP. EP tidak dapat bekerja pada suasana netral sehingga putih telur tidak terdegradasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2006) yang menyatakan bahwa protein dalam tubuh dapat dicerna oleh EP dan ekstrak pankreas. Pencernaan protein oleh EP bekerja apabila berada dalam suasana basa. Pada tabung H reaksinya positif ditandai tabung berwarna bening, karena enzim bisa bekerja pada suasana basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (2000) yang menyatakan bahwa selain kerja enzim dipengaruhi oleh pH, kerja enzim juga dipengaruhi oleh suhu. Tabung I menghasilkan reaksi negatif ditandai tabung berwarna keruh, karena enzim pada EP sudah rusak akibat dipanaskan walaupun dalam keadaan basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2007) yang menyatakan bahwa pencernaan protein oleh ekstrak pankreas paling baik bekerja dalam suasana basa.

4.3.      Pencernaan Lemak
4.3.1.   Pencernaan lemak oleh Ekstrak Pankreas (EP)
            Berdasarkan hasil praktikum Biokimia dengan materi Pencernaan lemak oleh Ekstrak Pankreas (EP) di peroleh data sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Percobaan Lemak oleh Ekstrak Pankreas (EP)
Tabung
Reaksi
Reagen yang dimasukkan
Hasil Inkubasi selama
30
A
2 mL minyak goreng + 1 ml air
1 tetes NaOH
(Negatif)
B
2 mL minyak goreng + 1 ml air
10 tetes NaOH
(Negatif)
C
2 mL minyak goreng + 1 mL air
+ 3 tetes empedu
20 tetes NaOH
(Positif)
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013
Berdasarkan pada praktikum proses pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas diperoleh bahwa tabung reaksi A reaksinya negatif dan membutuhkan 1 tetes NaOH untuk membentuk warna merah muda. Hal ini terjadi karena pada tabung tersebut tidak terdapat enzim pankreas yang dapat mengemulsi lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Ngili (2009) berpendapat bahwa garam empedu merupakan detergen yang kuat dan mampu mengemulsikan lipid makanan didalam usus untuk membuat lipid tersebut lebih mudah diserang oleh enzim pencernaan. Pada tabung reaksi B reaksinya negatif dan membutuhkan 10 tetes NaOH karena tidak terdapat enzim pankreas yang dapat mengemulsi lemak. Pada tabung reaksi reaksinya positif dan membutuhkan 20 tetes NaOH karena terdapat enzim lipase dan garam empedu sehingga semakin banyak NaOH yang dibutuhkan menandakan lemak yang dibebaskan juga semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2006) bahwa pankreas dan empedu memproduksi cairan yang mempunyai sifat basa. Oleh karena itu cairan makanan yang bersifat asam  akan dinetralkan dan akhirnya bersifat basa. Suasana basa ini merupakan syarat bekerjanya enzim-enzim yang menjadi katalis dalam proses pencernaan  makanan dalam usus. Semakin banyak larutan NaOH yang dibutuhkan untuk menetralisir, semakin banyak pula asam lemak yang dibebaskan.
4.4.      Glikolisis oleh Sel Ragi
4.4.1.   Glikolisis oleh sel ragi
            Berdasarkan hasi praktikum Biokimia dengan materi Glikolisis oleh Sel Ragi diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 6. Glikolisis oleh Sel Ragi
Tabung
Reaksi
Reagen yg dimasukan
Inkubasi selama 45’
1
10 mL glukosa + 10 mL ragi
Positif
     2
10 mL air + 10 mL ragi
Negatif
3
10 mL glukosa + 10 ml ragi panas
Negatif
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.
                Berdasarkan praktikum glikolisis oleh sel ragi pada tabung 1 reaksinya positif. Hal ini di sebabkan karena pada perlakuan tersebut terdapat glukosa yang dapat diserap sebagai nutrisi bagi mikroba dan reduksi glikolisis tidak membutuhkan oksigen (anaerob). Hal ini sesuai dengan pendapat                    Dawn et al., (2000) yang menyatakan bahwa asam laktat oleh glikolisis tidak membutuhkan oksigen (anaerob) dan proses ini terjadi di jaringan misalnya otot yang sedang bekerja atau sel darah merah. Pada tabung 2 hasil reaksi adalah negatif karena tidak terdapat gelembung dan tidak terjadi proses glikolisis, disebabkan hanya terdapat air, ragi, dan tidak ada glukosa. Hal sesuai dengan pendapat Ngili (2009) yang menyatakan bahwa glikolisis merupakan suatu proses yang menyebabkan terjadinya konversi satu molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat. Pada tabung 3 hasil reaksinya yaitu negatif yang menunjukkan tidak terjadinya proses glikolisis karena adanya ragi panas sehingga mikrobia yang berperan mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2008) yang menyatakan bahwa pemanasan pada ragi menyebabkan sel-sel yang berada dalam ragi mati sehingga ragi bersifat nonaktif.

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum bahwa pencernaan karbohidrat secara enzimatis terjadi sejak makanan masuk kedalam mulut. Di dalam mulut terdapat enzim amilase yang mencerna karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Pencernaan protein dilakukan oleh pepsin yang hanya dapat bekerja dalam suasana asam, sedangkan ekstrak pankreas dapat mencerna protein dalam kondisi basa. Pencernaan pada protein menghasilkan asam amino dan dipeptida. Pencernaan lemak, lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol oleh ekstrak pankreas (pankreaenzim) dan dapat teremulsikan oleh getah empedu. Lemak tidak dapat larut dalam air dan hanya dapat larut dalam pelarut organik saja. Glikolisis  pada sel ragi  menunjukan reaksi positif apabila mengeluarkan gelembung udara pada tabung leher angsa, karena mikroba pada ragi bereaksi dengan glukosa terjadi penggelembungan menghasilkan CO2.

5.2.      Saran
   Saran yang dapat diberikan ialah praktikan lebih berhati-hati dalam pengambilan larutan kimia serta melakukan praktikum lebih teliti agar mendapatkan hasil yang valid.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A, J. B. Reece. L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Jilid II Edisi Kelima.
Erlangga. Jakarta.
Dawn, M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Erlangga. Jakarta
Hawab, H. M. 2004. Pengantar Biokimia. Banyumedia Publishing. Malang.
Iswari, R.S dan A. Astuti. 2006. Biokimia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
James, J. Colen, B. et al. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Erlangga. Jakarta.

Lehninger, A. 2000. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Martoharsono, S. 2006. Biokimia 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Murray, R. K. et al., 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Graham Ilmu. Yogyakarta.

Nursanyoto, Hertog. 2002. Ilmu Gizi. Golden Terayon Press. Jakarta.
Poedjiadi, A. dan Supriyanti. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Poedjadi, A. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGT. Jakarta.
Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa. Yogyakarta.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar